Bila Kamu Yang Tersisih dan Terhempas

Kita hanya sama-sama belum menyadari, bahwa bisa jadi seseorang yang lewat tadi, yang asing dan tak pernah sedetikpun melintas dalam benak kita, suatu hari menjadi orang terpenting di sisa hidup kita. Hari ini kita tidak menyadarinya, bisa jadi karena ada yang menghalangi pandangan mata hati kita sendiri. Harapan-harapan yang belum bisa dipastikan nyatanya, impian-impian yang sempat digantungkan tanpa Tuhannya, atau mimpi-mimpi yang sekedar dititipkan pada Tuhan tanpa upaya mewujudkannya. Kita terlalu sering menginginkan apa yang baik menurut kita, dan sering lupa bahwa kuasa-Nya lah yang terbaik untuk makhluk-Nya. 


Kita sering sekali merasa seseorang yang kita inginkan saat ini adalah yang terbaik, yang bisa menemani sampai mati, yang diharapkan bisa menggandeng tangan hingga ke surga-Nya kelak. Tanpa kita pernah berpikir, akankah usianya cukup untuk sempat dihabiskan bersama usia kita yang kita juga tidak tahu panjangnya seberapa. Kemudian kita mengeluh, mengapa tak kunjung ada tanda bahagia bahwa kita akan menghabiskan separuh hidup bersamanya, tanpa kita menyadari bahwa kita sendiri yang sudah membatasi diri. Membatasi diri dari yang sebenarnya, karena terlalu egois memaksakan apa yang kita inginkan baik bagi kita. Padahal, mengapa yang diinginkan tak jua hadir mungkin karena ia baik bagi orang lain atau malah buruk bagimu sendiri.

Sampai harus muncul istilah PHP alias Pemberi Harapan Palsu. Kamu hanya lupa pada siapa sepatutnya berharap, kamu juga salah menempatkan harapan, atau kamu hanya terlalu membesarkan harapan yang bahkan tak seorangpun bisa menjaminnya menjadi nyata. Lantas kamu menyalahkan ia yang bahkan tak pernah mengharapkanmu membersamainya. Kalau begitu, kamu egois. 

Kamu terlalu memaksakan kehendak, kamu memaksa mendobrak satu pintu. Sampai kamu melupakan pintu yang lain. Bahkan sampai kamu cemburu. Mencemburui yang bahkan bukan milikmu. Ah, iya cemburu memang tanda cinta. Tapi caramu mencemburui bisa menimbulkan masalah yang lain lagi. Kembali, kamu lupa, bahwa hati manusia ada pemiliknya. Tuhannya dan raga yang ditempatinya, di mana jiwanya bersemayam. Bahkan setan kadang ikut-ikutan singgah di sana. Kamu masih mau, berdesakan di sana? Berdesakan tanpa kepastian?

Bagaimana bila akhirnya kamulah yang tersisih dan terhempas?

***

Pesan WhatsApp darinya, masih terus kubuka dan kubaca berulang kali. Seorang kawan lama. Hingga aku memahami bagaimana rasanya. Pesan itu sudah berumur sepekan yang lalu, dari seorang sahabat yang sedang membutuhkan telinga dan hati orang lain untuk mendengarkannya.

Pesan tersebut ia kirimkan dengan periode waktu, tidak sekaligus. Usai ia mencurahkan segala perasaannya padaku tentang seorang pria. Aku tidak berkomentar apapun ketika ia menangis tersedu-sedu di hadapanku, hanya bisa membelikannya sebuah es krim dan segelas air putih sebagai penawar rasa lengket yang biasa muncul setelah memakan es krim.

Tapi aku belum bisa memberikannya penawar rasa yang sulit didefinisikan itu di dalam hatinya. Es krim yang kuberikan hanya bisa menghibur sementara. Penawar itu belum juga bisa kuberikan, hingga akhirnya kuterima pesan-pesan tersebut.

Penawar itu harus datang dari dirinya sendiri. Sebab ia yang memulainya. Entah ia telah menemukannya atau belum, yang pasti, terkadang bercerita mampu meringankan sebagian beban. Setidaknya itu menurut perempuan.

Soal perasaan memang rumit. Apalagi perasaan perempuan.

Meski aku perempuan, aku sendiri bingung harus berkata apa pada setiap perempuan yang mendatangiku untuk bercerita soal perkara yang serupa.

Aku, hanya bisa menjadi pendengar setia.

Comments

  1. "Rasa ini kadang terasa begitu membelenggu
    Terasa begitu ngilu di balik jeruji ketakutan
    Rasa ini begitu ingin aku muntahkan
    Aku ingin bebas dari resah gelisah
    Kemari...
    Duduk dan dengarlah
    Aku hanya ingin berkeluh kesah"

    Mungkin itu bs mewakili perasaan temennya :D
    hhaha sotoy

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts