Agen Islam Terbaik



"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."
(QS Al Fathihah 1: 5)

Assalammu'alaykum Wr Wb,
Goede morgen, middag, avond mijn vriendend!

Sekarang gaya dikit ya ada sentuhan bahasa Belanda-nya. Jadi gengs, saya mau curhat sharing. Tanggal 24 Desember nanti, tepat 4 bulan sudah saya menginjakkan kaki di negeri kumpeni Kincir Angin ini. Maasyaallah ya, setelah sekian drama mulai dari uang saku ga kunjung turun, visa terancam ga rilis, tiket pesawat di tanggal yang paling mepet pun terancam ga bisa dibeli, dan lain sebagainya, akhirnya alumni Biokimia IPB paling rajin tidur di kelas ini sudah menghadapi 4x ujian pemirsa1 Tepuk tangan dulu dooonng.

Sedikit mengenang drama ketika visa saya terancam ga rilis, jadi ceritanya waktu itu saya termasuk telat banget untuk mengurus visa akibat ada misunderstanding sama pihak kampus. Visa MVV (jangka panjang aka lebih dari 3 bulan) tidak bisa diurus sendiri, gengs. Info nih buat yang nanti berencana akan menempuh studi di Belanda juga. MVV ini harus diurus sama kampus dan tugas kita cuma pergi ke Kedutaan Besar Kerajaan Belanda yang ada di Jakarta buat ngurus dan ngambilnya (tentunya melalui serangkaian prosedur yang rempong). Detailnya nanti saya bahas di postingan lain deh ya, haha.

Singkat cerita, akhirnya tibalah masa saya untuk bikin appointment dengan Kedubes Belanda di Jakarta untuk ngurus visa saya yang target rilisnya udah mepet parah sama jadwal keberangkatan. Qadarullah, drama ga berakhir di sini. 

Pada tanggal di mana saya harus mengambil visa, hari itu juga KRL sedang mengalami masalah. Sampai dari yang biasanya St. Bojong Gede- St. Cawang bisa ditempuh hanya dalam sekitar satu jam, hari itu menjadi 2,5 jam gengs. Untung saya menyisihkan waktu untuk berangkat lebih awal dari perkiraan tiba di Kedubes. Tapi tetep deg-degan si. Appointment saya harusnya jam 10 (kalo ga salah) dan jam 9.30 saya baru sampai di st. Cawang akibat KRL bermasalah itu tadi. Segera pesan ojol, dapatlah yang driver-nya ibu-ibu. Duh *tepok jidat

Aseli, saya ga suka banget dibonceng cewe kecuali yang saya udah bener-bener paham skill penguasa jalanannya. "Waduh, ibu-ibu lagi. Ga bisa ngebut dong, duh nyampe ga ya ini." batin saya menjerit.

Dan benar saja. Si ibu nyetirnya bikin saya emosi. Hawanya pengen bilang, "Bu, saya aja deh sini yang nyetir" tapi sayang gue belum hafal jalanan Jakarta. "Bu, bisa cepetan dikit ga? Saya telat nih Bu. Tadi KRL-nya bermasalah" kata saya kepada si Ibu.

Si Ibu nyolot-nyolot sopan --apa pula. "Mba saya bisa lihat kok, Mba keliatannya kan orang berpendidikan nih ya. Keliatan banget Mba minimal udah sarjana deh kan ya? Mba tau kan kalo ngebut-ngebut itu bahaya."

Deuh Ibu Marimar ini. Ini ibu-ibu tinggal bilang, "Saya ga berani Mba, bahaya." gitu aja pake bawa-bawa pendidikan. Rasanya pengen bilang, "Bu, ibu cantik deh. Lebih cantik lagi kalo pake kerudung. Mohon maaf, hanya sekedar mengingatkan" ala ala netizen lambe turah. 

"Tapi saya udah telat Bu." mohon saya. Si Ibu mempercepat sedikit laju motornya, secepat gue pertama belajar naik motor. Maklum, saya biasa bawa minimal 60 Km/s sih hahaha

Saya mulai melihat beberapa bangunan yang familiar. Lama-lama bangunannya pada berubah. Feeling wanita saya mulai aktif mengendus perselingkuhan ada yang salah ini deh kayaknya. Jalanan ini terasa asing. Cek hape, mulai deg-degan, 10 menit lagi jam 10. Buka google maps.

Wanjaaaaayy kita nyasar Buk nyasaaaarrr!!! yang terbungkus dalam, "Bu, kita ga salah jalan?"

"Eh emang mbaknya mau ke mana si? Kedubes Belanda kan ya?" nada suara si Ibu mulai membuat gue khawatir. 

"Iya Bu."

"Itu di mana ya Mbak?" 

#@$%^&* Astagadragon!!!!

Kita persingkat. Akhirnya saya sampai juga di Kedubes Belanda dalam kondisi telat 15 menit dari waktu appointment saya. Para satpam tak bergeming memberi saya kesempatan dan ga peduli juga alasan saya. Mereka hanya meminta saya membuat appointment baru. Mulai mau nangis, saya ngemis-ngemis sama satpam Ibu-ibu. Berharap kalo ibu-ibu bisa lebih pengertian gitu. "Bu, saya mohon izinkan saya ngambil visa saya hari ini. Jadwal keberangkatan saya sudah mepet Bu. Dan untuk appointment berikutnya, baru ada slot tanggal bulan depan Bu."

Alhamdulillah, si Ibu memberikan saya nomer telepon Kedubes untuk mengurus hal ini dan emailnya. Saya diminta menjelaskan situasi saya di email dan telepon tersebut, tapi si Ibu ga janji saya bisa ambil visa hari itu. Sambil gemeteran ngetik email, saya benar-benar nangis. Saya hentikan ketikan email saya, simpan handphone ke dalam tas. Saya berjalan dengan gontai menuju mushola. Saya ingat, saya belum menunaikan shalat dhuha, dan saat itu masih jam dhuha.

Seusai sholat, saya berdoa. "Ya Allah, kalau pergi sekolah ke Belanda hanya membuatku jauh dari-Mu, hamba ikhlas jika Engkau menggagalkannya. Saya ga usah berangkat aja ya Allah. Mohon beri hamba kelapangan hati untuk menerima-Nya agar hamba tidak kufur kepada-Mu. Tapi ya Allah, jika Engkau ridho karena akan baik untuk dunia dan akhiratku, maka lancarkanlah ya Allah. Belanda hanyalah sebagian kecil tanah milik-Mu. Kehadiran atau ketiadaanku di sana adalah kehendak-Mu. Hamba percaya, Engkau tidak akan mengecewakan hamba-Mu yang sudah berjuang dan berdoa. Hamba sudah berjuang sejauh ini ya Allah..."

Saya berusaha menenangkan diri, mengatur nafas agar suara saya tidak bergetar. Saya menghubungi Mama dan menjelaskan situasinya. "Mama dengerin aku, jangan panik ya. Aku terancam ga bisa ngurus visa hari ini dan Mama tau kan kalo aku ga urus visa hari ini, aku ga bisa berangkat. Mama mohon doain aku, bier visa-nya bisa diurus hari ini. Mintain ke Allah, Ma. Doa Mama buat aku ga akan ditolak sama Allah. Aku mau ikhtiar bier tetep bisa diurus hari ini."

Dan Mamak saya yang orangnya super panikan berusaha tenang. "Iya, Mama mau sholat terus berdoa."

Kemudian saya ketik email dan menjelaskan situasinya. Nomer telepon yang dikasih gabisa dihubungi men. Demi menenangkan pikiran, saya pesen ojol buat pergi ke kantor LPDP di Lapangan Banteng (ongkosnya dari Kedubes Belanda 25 ribu men, kebayang ga sejauh apa haha). Pas sampe sana juga ngapa-ngapain sih haha. Akhirnya setelah dua jam nunggu, dapat email dari Kedubes kalo saya boleh ngurus visa hari ini jam 3 sore. Saya langsung sujud di samping gedung LPDP dan bikin pak satpam kebingungan. Moga ga dikira sekte sesat yang hajinya pindah ke gedung LPDP #plaakk

Saya balik lagi ke Kedubes dan pak satpam tertawa-tawa menggoda saya. "Jangan sedih lagi Mba, ada saya di sini." saya tertawa kecil. Ingin ku memberi jari tengah, tapi istighfar saja. Entar disentil Allah lagi, nangis lagi.haha

Akhirnya, saya berhasil mengurus visa hari itu dan tinggal menunggu informasi kapan visa saya bisa diambil. Alhamdulillahilladzi bini'mathihi tathimussalihaat.
----------

Kisah tadi salah satu kisah paling berkesan dalam perjalanan saya menuju tanah Belanda ini. Mengapa? Selain ya memang drama banget, saya ingat doa yang saya panjatkan di mushola kecil Kedubes Belanda di Jakarta. Tempat saya mengadu dalam kepanikan.

"...Tapi ya Allah, jika Engkau ridho karena akan baik untuk dunia dan akhiratku, maka lancarkanlah ya Allah. Belanda hanyalah sebagian kecil tanah milik-Mu. Kehadiran atau ketiadaanku di sana adalah kehendak-Mu."

Di Belanda, saya mempelajari salah satu cabang ilmu-Nya (bidang food and nutrition) di Maastricht University. Namun, jurusan saya dipisah dari kampus pusat dan berlokasi di Venlo, sebuah kota yang berbatasan langsung dengan Jerman. Ibaratnya, mirip IPB Baranang Siang yang kampus pusatnya IPB di Darmaga atau UI Salemba yang kampus pusatnya UI di Depok. Sejenis itulah.




Di seantero kota ini, bisa jadi saya satu-satunya orang Indonesia. Setidaknya mahasiswa, karena saya pernah bertemu seorang ibu-ibu Indonesia ketika berbelanja di supermarket dekat rumah. Ada sih, satu kakak kelas saya yang orang Indonesia, tapi beliau tinggal di Maastricht, bukan di Venlo. Saat di kampus pun kami jarang sekali bertemu, berhubung beliau sudah tingkat 2 dan jarang  ke kampus. 

So, technically, bisa dibilang saya 'satu-satunya' mahasiswa Indonesia di kota Venlo ini. Dan juga satu-satunya Muslim di kampus cabang ini. Yep, kalian ga salah dengar baca. Satu-satunya Muslim di kampus. 

Kadang saya iri sama teman-teman kampus lain yang masih bisa menikmati keberadaan mushola atau minimal prayer room di kampusnya karena banyak Muslim di sana. Apalagi yang banyak orang Indonesia-nya. Saya sering merasa kesepian karena tidak ada teman berbagi, tidak seperti teman-teman di kampus lain yang bisa dengan mudahnya bertemu sesama mahasiswa Indonesia. Media sosial dan teknologi tidak lagi cukup untuk berbagi. Sejenis pengen dipuk-puk apa dipeluk gitu #eeaaa hahaha. 

Sebagai satu-satunya Muslim, saya mendadak jadi sumber teman-teman bertanya tentang Islam. Kenapa pakaian kamu harus seperti itu? Kenapa pakai kerudung? Berapa kali kamu beribadah? Kenapa ga boleh minum alkohol? Dan lain sebagainya. Insyaallah next time akan saya tulis juga deh soal ini.

Kadang ada rasa sedih ketika saya harus meninggalkan kelas untuk sementara karena harus izin melaksanakan sholat. Tapi kemudian ber-istighfar, astaghfirullahaladzim, masa harus sholat malah sedih hanya karena takut ketinggalan materi kuliah. Gini emang kalo lagi futur/turun kondisi keimanan.

Saya menikmati berwudhu dengan mengangkat kaki ke atas wastafel. Membuat saya semakin bersyukur sudah Allah kasih tubuh yang tinggi dan kaki yang panjang. Di Indonesia mungkin saya termasuk kategori sangat tinggi di antara perempuan pada umumnya. Kalo berdesak-desakan di KRL, saya masih bisa menghirup udara segar karena kepala saya lebih tinggi dari kepala-kepala orang lain (di gerbong wanita) haha. Terus sering diledek entar susah nyari suami karena saya sering lebih tinggi dari para pria Indonesia. Yaudah sih aing bisa nyari bule entar! #plaakk #bohongding  #HidupProdukLokal #ayeaye

"Wastafel dan cermin di sini tinggi-tinggi karena menyesuaikan dengan orang-orangnya. Alhamdulillah, makasih ya Allah sudah dikasih kaki yang panjang." Bisik saya dalam hati sambil naikin kaki ke atas wastafel kalo lagi wudhu.

Tantangan berikutnya adalah mencari ruangan buat sholat. Biasanya saya melaksanakan shalat di ruang-ruang kelas yang sedang tidak dipakai. Namun, ada salah satu dosen yang selalu membawa anjingnya ke gedung kampus dan dibiarkan berkeliaran. Pasti jadi galau dong mau sholat di mana, dengan segala kemungkinan yang ada: si anjing mungkin aja pernah masuk-masuk ke segala ruangan yang ada di gedung ini. Nah di sini lah pentingnya ilmu.

Salah satu kaidah dalam menentukan halal-haram dalam Islam adalah Apa yang Kita Lihat, Jangan Kita Tanyakan. Bisa dibaca dalam buku Tuntas Memahami Halal dan Haram karya Prof. Dr. Yusuf Al Qardhawi. Jadi, selama saya ga menyaksikan langsung bahwa ada anjing yang pernah masuk ke ruangan tersebut, ruangan tersebut dianggap bersih dan layak untuk beribadah.

Ketika kondisi keimanan sedang turun dan tidak ada saudara yang bisa saling mengingatkan di sini, saya berusaha memutar kembali ingatan-ingatan bagaimana cara Allah swt menciptakan skenario yang demikian indahnya hingga saya bisa tiba di sini. Betapa segala peristiwa dan ujian yang saya hadapi selama ini adalah cara Allah men-tarbiyah (mendidik) saya menjadi seorang Muslim yang harus berjuang seorang diri di sini. Di tempat asing, dengan bahasa asing, adat dan budaya yang jauh berbeda, kesulitan mengatur waktu beribadah, sebagai satu-satunya Muslim yang punya segudang aturan berbeda dari kebanyakan orang. Betapa sungguh, serangkaian ujian yang dulu Allah berikan adalah cara bagi saya untuk terus berusaha mendekatkan diri kepada-Nya, apapun kondisinya.

Sebab Allah tidak akan menjauhi kita, kita lah yang menciptakan jarak dengan-Nya. Namun meski begitu, Allah selalu punya cara untuk membuat kita kembali mendekat kepada-Nya.

Dari depan kelas favorit saya untuk melaksanakan sholat
Venlo, Musim Gugur Tahun Pertama 2018

Kadang usai melaksanakan sholat, saya merenung. Apakah di Lauhul Mahfudz sana, nama saya telah ditulis untuk bisa bersujud di gedung ini? Di tanah yang jaraknya ribuan mil dari tempat saya dilahirkan. Di gedung ini, mungkin saja belum ada orang yang pernah bersujud kepada-Nya sebelum saya (mungkin, saya tidak tahu). Sedangkan, tanah di bawah gedung ini terus bertasbih kepada Tuhan yang Menciptakannya, Tuhan yang ia patuhi perintah-Nya.

Mungkin tanah ini sudah lama merindukan ada seorang hamba yang bersimpuh kepada Tuhannya. Menyerukan agama Tuhannya, Islam yang mulia. Seorang Muslim yang berjalan, beribadah dan menuntut ilmu di atasnya.

Dan Allah memilih saya sebagai orang itu. Orang yang bersujud di atas sejengkal tanah-Nya ini. Ya Allah...

Berat ya pikiran saya? Haha. Ini hanya cara supaya saya ga berani untuk berbuat aneh-aneh. Supaya kalo lagi turun semangatnya, bisa kembali ingat. Bisa jadi Allah ga sekedar ingin saya belajar di sini, tapi Allah ingin saya juga berdakwah di sini. Seperti kata dosen pembimbing skripsi saya dulu.

Dan belajar, serta menuntut ilmu dengan tekun adalah bagian dari ibadah bukan? :)

Semoga Allah senantiasa tetap menjadi alasan kita dalam melakukan kebaikan apapun. Semoga Allah memberikan kesempatan pada teman-teman untuk mengecap nikmatnya menuntut ilmu di belahan lain dari bumi Allah. Dan merasakan menjadi seorang Agen Islam Terbaik di tiap jengkal tanah ciptaan-Nya :)
----------

Venlo, 20 Desember 2018

Seusai melaksanakan ujian periode 2
Mohon doanya agar mampu menyerap sebanyak-banyaknya ilmu yang bermanfaat
dan mendapatkan nilai terbaik :)











Comments

  1. Menutup hari dengan telponan sama lu dan memulai hari dengan membaca tulisan dari lu wkwk

    Keep inspiring ye Myon
    😚

    ReplyDelete
    Replies
    1. Uhuuuyy wkwk. Jadi, aku adalah basmalah dan hamdalah-mu? #hoeks

      Delete
  2. Herma adik pandaaaa... baca tulisanmu membuatku rindu. Semoga Allah selalu memberi penjagaan terbaik padamu 😚

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kangen Mak Meta jugaa :'( kapan ya bisa ketemu lagi huhu
      Aamiin ya Allah, doa yg sama untuk mba dan keluarga :*

      Delete

Post a Comment

Popular Posts