Singkat Saja (5) : Biarlah Takdir Menjawabnya

Kata orang 'hati-hati dengan kata-kata sendiri'. Seringkali apa yang dikata terjadi sebaliknya. Seringkali apa yang diharap terpaksa berbalik harus ditepis kala tak sejalan dengan yang pernah diucap.

Padahal jika itu harap, maksud diucap adalah agar semakin banyak yang ikut mengamini. Padahal jika tidak diinginkan, maksud dikata adalah agar mereka tak perlu memaksa, jika kelak dihadapkan pada pilihan yang tak diinginkan.

Aku pernah berkata pada bapakku saat kelas 1 SMA. Kala itu kami berdiri berdua di hadapan sebuah gedung di dalam sebuah universitas ternama di Kota Hujan. Bapak mengantarku untuk lomba di sana. Aku mengamati sekitar dan tak kutemukan rasa tertarik sama sekali dengan tempat ini. Aku berkata pada bapakku, "Aku nggak mau nanti kuliah di sini."

Kata-kata itu nyatanya melompat ke udara, terbang ke langit, berputar di angkasa, dan bertempur dengan takdir. Ia kalah. Sebab nyatanya aku tengah menempuh pendidikan tinggiku di tempat tersebut --bahkan sudah tiga setengah tahun. Terjebak.

Parahnya lagi, aku suka.

Aku juga pernah. Berekspektasi lebih pada hasil belajarku menjelang ujian. Merasa sudah belajar mati-matian, maka seharusnya hasilnya sebanding dengan prosesnya. Sepulang ujian, ibuku bertanya, "Bagaimana tadi ujiannya?"

"Pasti bagus deh. Tunggu aja." Jawabku. Tanpa pernah tahu, di seberang langit sana catatan tentang nilaiku menyala-nyala. Bersiap menyambar seperti petir tanpa hujan.

Belajar mati-matian maka hasilnya mati sekalian. Takdir berkata lain.

Dan masih banyak lagi kisah yang kualami sendiri seperti pada kalimat pembuka tulisan ini.
***
Kali ini Singkat Saja...

Maka hikmahnya, apalah manusia tanpa Tuhan-Nya. Yang memiliki catatan rencana kehidupan baginya. Yang mengatur jalan hidup semesta. Yang Maha Segalanya.

Maka hikmahnya, buat lah apa manusia susah payah pasang target. Ketar ketir kejar setoran. Boros perasaan saat tak bersesuaian. Lebih baik bersiap menjadi target. Menjadi target bagi takdir-takdir terbaik yang sudah ditentukan baginya. Lebih baik pasang kuda-kuda, bersiaga untuk bergerak mengupayakan mengubah takdir buruk menjadi baik tentunya.

Bukankah sudah dijanjikan, sesiapa yang tiada berusaha mengubah takdirnya, maka takdirnya tak akan Ia ubah jua.

Maka hikmahnya, "...boleh jadi kamu benci kepada sesuatu padahal ia baik bagi kamu, dan boleh jadi kamu suka kepada sesuatu padahal ia buruk bagi kamu. Dan (ingatlah), Allah jualah Yang Mengetahui (semuanya itu), sedang kamu tidak mengetahuinya." (Q.S. Al-Baqoroh: 216)

Terakhir, Singkat Saja...
Maka hikmahnya, seorang saudaraku pernah berkata, "Biarlah takdir menjawabnya..."
***

Selamat malam Kota Hujan. Di tanahmu banyak cerita, di langitmu tergantung berjuta asa.

Bogor, 1 November 2014

Comments

Popular Posts