Doa --hampir-- Setiap Manusia

"Mbak, obatnya udah diminum? Jangan lupa makan dulu lho ya. Sempetin. Minum susu juga ya, jaga kesehatan. Tidur kalo udah capek, jangan begadang mulu."

Ponselku bergetar menandakan ada pesan yang baru masuk. Dari Mama.

Begitulah cinta seorang ibu. Meski anaknya ini tak lagi bisa dipeluk dan dicium setiap waktu seperti saat kecil dulu. Meski anaknya ini tak lagi bisa digendong dan dibawanya ke pasar setiap pagi untuk berbelanja. Meski anaknya sekarang hampir berusia kepala dua..



Pesan itu nyaris tak berbeda seperti lima belas tahun lalu setiap aku akan berangkat ke Taman Kanak-kanak. Sambil memasukkan kotak bekal ke dalam tasku, Mama selalu berpesan, "Nasinya dihabisin lho ya. Bier kenyang, ntar sakit kalo ga makan. Jangan jajan sembarangan ya, uangnya ditabung aja." Kemudian aku mencium tangannya, dan mama mencium keningku yang waktu itu masih setinggi pinggangnya. "Belajar yang pinter ya, Sayang."

"Gimana Mbak ujiannya tadi? Bisa nggak? Mama selalu doain mbak bier sukses dunia akhirat."

Mama selalu menanyakan tentang ujian yang kujalani sejak zaman sekolah hingga kuliah seperti saat ini. Jika kujawab, "Aku pusing, Ma. Susah banget tadi soal-soalnya." mama selalu membalas dengan menguatkan bahwa hasilnya pasti yang terbaik karena Allah selalu membantu hamba-Nya yang berusaha dan berdoa. Jika kubalas bahwa aku bisa mengerjakannya, mama selalu bersyukur tiada hentinya.

Tiba-tiba suatu hari nilai-nilai itu diumumkan. Aku grogi, harap-harap cemas.

Mengecewakan.

Jika waktu SD aku pulang membawa nilai 70, jangan harap mama dan bapak mau tersenyum. Serentetan omelan panjang menyambutku. Keras memang. Aku kesal, marah, kecewa, bahkan dendam --dendam konyol menyakiti diti sendiri-- sampai mengurung diri di kamar. Menolak makan dan dibiarkan saja sampai malam dan aku tertidur. Tapi tetap saja mama masuk ke kamar dan membawakan sepiring nasi lengkap dengan lauk yang selalu kutunggu setiap harinya, lengkap dengan minumnya.
"Nanti kalo ga mau makan malah nilainya makin jelek lho. Ntar kalo ngambil rapot nggak bawa pulang piala lagi. Emang mau?"
Dan berhasil kumakan sambil menangis lagi.

Sekarang, begitu dosen menyalakan LCD dan menampakkan nilai2 aib itu rasanya...

Sudah sangat mengecewakan mama.

Mama yang waktu aku kecil dengan sabarnya membuatku bisa membedakan huruf 'd' dan 'b'. Sekarang anak ini tak hanya mampu menulis dan membaca, tapi juga merangkai kata hingga pustaka. Mama yang waktu kukecil memaksa otakku paham kalau warna tomat itu merah, bukan biru.
Dengan seenaknya kubalas sekarang dengan mendadak lupa bagaimana menghitung mikroba dengan hemasitometer Neubauer di tengah ujian praktikum kemarin.

Sejauh ini melakukan wisata kuliner, masakan mama tetap yang paling luar biasa!

Sejak aku TK sampai SMA, aku tak pernah tidak membawa bekal. Saat kecil, mama selalu membangunkanku untuk sholat shubuh. Dan tiap kali aku akan berwudhu, dapur sudah mengepul dan tercium bau masakan terbaik sedunia, masakan mama yang membuatku tumbuh sehat dan cerdas.

Bahkan hingga sekarang aku sudah kuliah dan hobi sekali meninggalkan kosan yang sudah dibayar untuk pulang ke rumah, meski aku bangun sepagi apapun mama pasti sudah rempong di dapur dan selalu tercium bau makanan yang selalu kutunggu setiap harinya.

Mamaku emang jago masak kok. Tanyakan saja pada teman-temanku yang pernah berkunjung ke rumah dan mencicipi masakan mama. :3

Tas yang akan kubawa sekolah pasti sudah berisi buku-buku yang kubereskan semalam, sekolat nasi dan sebotol air minum. Selalu, bahkan sampai sekarang ketika aku harus berangkat kuliah dari rumah dan sedang tidak shaum, selalu tersedia sebuah tas kecil berisi bekal dan sebotol air minum. Aiiiiihh~ mama so sweet banget deh :")

Waktu TK, mama selalu ingin mengantarku ke sekolah. Tapi aku yang sok berani, sok kuat, maunya pergi sendiri. Dengan semangat karena di sekolahku ada banyak mainan --pantes ya sekarang kalo berangkat kuliah rasanya males.hahaha-- aku pergi ke sekolah tanpa ingat jika di jalan ada anjing peliharaan warga yang masya Allah, gede banget!

Anjing itu mengejarku sampai aku menangis ketakutan. Tapi kenapa tiba-tiba anjing itu berhenti mengejarku?

Ternyata mama mengikutiku diam-diam sepanjang jalan. Beliau melempari anjing itu dengan batu. Aku kemudian menangis tunggang langgang menghampiri mama dan kembali ke sekolah bersama mama.

Dasar anak songong. Sampai sekarang aja kalo ada masalah di kampus atau uring-uringan, obat mujarabnya tilawah memang, tapi ikhtiarnya ya pulang. Pulang menemui mama. Pulang, makan masakan mama. Pulang, tetap mengerjakan laporan, tanpa sempat main sama adik-adikku. Repot juga kalau aku anak rantau. Untung jarak rumah-kampus sekitar 2 jam perjalanan.haha

Sudah sudah sudah.. terlalu banyak yang harus ditulis jika harus menulis tentang kasih sayang mama di sini. Tak akan cukup meski google menyediakan kapasitas ber-giga-giga byte, ber-rim-rim kertas dan ber-kodi-kodi tinta. Hanya bisa mengucap hamdalah tiada henti.

Sekarang merenung saja.. Ingin curhat sedikit tentang manusia mulia yang satu ini --mentang-mentang mau hari ibu :D

Mama tau nggak, aku dulu sebel banget sama mama karena mama marah kalau nilaiku jelek. Baru sekarang mama bisa prihatin dan simpati kalau nilai kalkulusku berkepala lima --aduh aib.
Tapi sekarang aku sadar, kalo dulu mama nggak marah-marah, pasti sekarang nilaiku lebih jelek lagi karena nggak pernah belajar waktu sekolah dulu.

Untung dimarahin, jadi tetap rajin belajar. Sampai sekarang masuk IPB deh :D

Mama juga suka ngelarang ini itu, seperti nggak boleh jajan di sekolah. Padahal aku ngiler juga liat temen-temen makan jajanan di sekolah. Tapi belasan tahun kemudian, anak bandel itu belajar kimia pangan dan fakta memang selalu menyakitkan: jajanan di sekolah banyak yang nggak sehat bahkan berbahaya.

Sekarang malah kangen masakan mama selama hidup di kampus.

Waktu aku ingin kuliah di Jogja, mama ngelarang lagi. Padahal 'kan aku sekarang udah gede. Udah nggak takut anjing lagi. Udah bisa masak meski abal-abal, jadi tetap bisa bawa bekal. Belajar udah jadi keperluan, nggak perlu diingetin lagi. Masa nggak boleh juga? Masa harus tinggal di Bogor lagi? Bosen kali.

Ternyata kemarin juga sakit, sampai harus diopname. Kalo jauh ga bisa dirawat mama dong. Kalo uring-uringan gabisa seenaknya pulang dong. *oke, ini hikmah yang menyebalkan buat anak rantau mungkin. Afwan..

Semenyebalkan apapun mama kadang-kadang, tetap saja selalu ada hikmah yang bisa diambil. Kata tiada cukup untuk mengungkapkan rasa cinta ini kepada mama. Bahkan jika aku mampu membeli seluruh permata, mutiara, emas di dunia ini it wouldn't be enough to pay for your love, Mommy --ya kali bisa beli, ini pengen hape baru karena udah rusak aja kaga kesampean.haha

Ujung-ujungnya speechless.haha

Sebagai anak yang tak mungkin membayar cintanya, aku hanya bisa berusaha menjadi anak yang shalehah, sukses dunia akhirat, selalu mendoakannya agar selalu dicintai Allah SWT, dan insya Allah jika Allah berkenan menjadikanku seorang hafidzoh agar di surga kelak Allah persembahkan mahkota emas bertabur permata untuk mama dan bapakku.

Yuk, semangat menjadi pribadi yang baik Lillahi ta'ala untuk mama kita :D


bidadari syurga, insya Allah :)


Comments

  1. bagus bundo. lanjutkan !
    bikin ngiri anak rantau macem ane. huhu
    kangeeeen mamaaaa

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts