Journey to The West - Sesuai Kemampuan

Assalammu'alaykum Wr Wb
Ada yang kangen saya ga? Kalo kangen bilang aja ya. Kasian ini ga pernah ada yang kangen ama saya selain Emak di rumah. Dapat pahala nyenengin orang. 

Satu hal yang gue yakini --tapi bisa-bisanya saya belum bisa menjalaninya dengan baik juga-- bahwa sibuk itu hanya mitos. Yang ada manajemen waktu yang kurang baik atau disiplin. 

Omong-omong soal disiplin, saya jadi inget lirik di lagunya Ronan Keating yang judulnya Circle of Life --iye tau betapa jadulnya lagu ini, ketauan kan orang 90an. Ada liriknya yang bilang, "More to do than can ever be done."

Oke, ga maksud curhat. Tapi aseli beneran, tugas-tugas ini jumlahnya kayak lebih banyak dari waktu yang saya punya. But back again, sibuk itu hanya mitos; yang ada manajemen waktunya ga disiplin. Semua orang sama-sama punya waktu 24 jam, tapi tetep aja level sukses dan rejekinya beda-beda kan.

Dan bagi seorang Muslim, disiplin adalah tanda keimanan yang terjaga dengan baik. Salam toyor jidat sendiri. 

Tahun 2017 lalu, saya menemui dosen pembimbing skripsi saya, ustadz Syaefudin, untuk meminta rekomendasi dari beliau. Rekomendasi tersebut saya gunakan untuk mendaftar beasiswa BPI LPDP. Maasyaallah-nya Pak Syaefudin ini, di tengah kesibukannya yang ga kira-kira, beliau masih mau menulis rekomendasi untuk saya. Benar-benar ditulis oleh beliau sendiri, ketika teman-teman saya lainnya cerita, saking sibuknya dosen mereka, rekomendasi mereka harus ditulis sendiri lalu diperika oleh dosennya. Rekomendasi untuk saya yang ditulis oleh Pak Syaefudin isinya murni dukungan dan doa dari beliau untuk saya.

Jazakallah khair untuk kebaikan Bapak. Semoga Allah swt senantiasa merahmati Bapak dan keluarga. 

Setelah saya diberikan rekomendasi, saya mengobrol dan mendapatkan banyak nasihat dari Pak Syaefudin. Salah satu nasihat beliau yang paling saya ingat dan menancap sampai sekarang adalah,

"Kalau nanti Allah swt kasih kamu kesempatan buat lanjut sekolah ke luar negeri, mungkin Allah ga sekedar mau kamu belajar di sana. Tapi Allah mau kamu berdakwah juga di sana."

Merinding dengarnya. Saya takut kalau Allah kabul tapi ternyata saya di sana hanya bermanfaat untuk diri sendiri.

Dan semakin merinding ketika Allah swt izinkan saya menginjakkan kaki dengan selamat di bandara Schiphol, Amsterdam pada tanggal 24 Agustus lalu; setelah melalui serangkaian drama dan encok di pesawat selama 17 jam. 

Schiphol Airport. Amsterdam, 24 Agustus 2018
Keluar bandara langsung merinding kedinginan, padahal summer.

Tapi saya selalu percaya si, bahwa Allah swt hanya akan memberikan apa yang kamu butuh dan kamu mampu menjalaninya. Keyakinan inilah yang insyaallah membuat saya (dan harusnya seluruh umat Islam) lebih tegar dalam menjalani segala macam ujian (baik dalam bentuk kesenangan maupun kekhawatiran, ketakutan, dan kesulitan). Caelaaah sadaaap.

By the way, ada yang penasaran ga kenapa sub-topik tulisan saya kali ini Journey to The West? Temen-temen saya yang udah baca beberapa postingan saya di Instagram dan Facebook dengan tagar #JourneytoTheWest ngomen, "Hesteknya Sunggokong banget nih Her?" Haha

Alasan saya pinjem judul Journey to The West adalah sebagai berikut:

1. Judul ini udah populer dan hampir semua yang seumuran saya tau, ini judul film tentang perjalanan seorang biksu mencari kitab suci ke arah barat ditemani oleh murid-muridnya. Muridnya yang paling eksis adalah seeorang (seekor) dewa monyet (?) bernama Wu Kong (eksisnya Sun Go Kong si).

2. Saya juga sedang menjalani perjalanan ke arah barat demi mencari ilmu #tsaahh

3. Saya petakilan tapi setia seperti Sun Go Kong. Jijik sih ngaku-ngaku gini.haha

4. Korea membuat remake cerita ini dalam drama Korea, di mana peran Sun Go Kong (Korea: Son Oh Gong) diperankan oleh Lee Seung Gi

5. Saya fans Lee Seung Gi sejak SMA. Ini fakta ga penting dipenting-pentingin. 

Ciptaan Allah swt emang tiada bandingnya :"
Ini Lee Seung Gi di drakor Hwayugi sbg Son Oh Gong


Ada banyak hikmah dalam setiap peristiwa yang kita alami, selama kita mau mencarinya. Dan hikmah, hanya bisa disadari oleh mereka yang sudah ikhlas hatinya dalam menerima segala hal yang terjadi dalam hidupnya --baik kejadian yang indah maupu yang tidak menyenangkan. Dan dalam tajuk Journey to The West ini, insyaallah saya ingin berbagi tentang perjalanan spiritual kehidupan saya selama menjalani studi S2 di Negeri Kincir Angin. Syukur-syukur kalo ada hikmahnya, kalo ga ada, anggap hanya hiburan semata. Kesamaan nama dan lokasi hanyalah unsur ketidaksengajaan. 

Eniwei, sejak tinggal di sini saya jadi banyak merenung. Apalagi pas uang saku belum turun. Saya merenungi dan mengingat kembali detail-detail kecil dalam hidup saya yang ternyata Allah swt jadikan kejadian tersebut sebagai bekal bagi saya berjuang di sini. 

Mengapa waktu kecil di antara tiga orang anak Bapak, hanya saya yang dididik paling disiplin dibanding kedua adik saya. Hanya saya yang akan dimarahi jika mendapat nilai di bawah 80. Mengapa saya harus berkuliah di IPB yang tidak pernah ada dalam daftar impian saya, dan seolah seluruh jalan menuju universitas lain tertutup di masa pendaftaran. Mengapa saya di antara puluhan ribu pendaftar lainnya? Mengapa Belanda? Mengapa A, B, C, dan seterusnya.

Dan saya masih terus mncari hikmah-hikmah dari setiap detail kecil dalam kehidupan saya tersebut. Yang saya rasa, akan sangat besar manfaatnya jika tidak saya simpan sendiri (semoga).

Semoga rekan-rekan berkenan menanti dan membaca tulisan-tulisan saya :)

Salam hangat dari orang yang kedinginan,
Venlo, Musim Gugur tahun pertama
9 November 2018

Herma Zulaikha










Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. In syaa Allah nanti aku nyusul kak:) Salam hangat dari hamasah squad🤗

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts