The Chronicles of LPDP - Preparing for The Battle

Assalammu'alaykum Wr Wb

Annyeong, konnichiwa, sampurasun, bonjour!

Setelah ditodong beberapa pihak tentang blog yang udah kayak semak belukar tempat tuyul beranak pinak, akhirnya nyempet-nyempetin nulis lagi. Manajemen waktu belakangan ini rada-rada abal karena urusan duniawi yang ga kelar-kelar. Here I'm back with love for you! #hoeks

Karena belakangan ini mulai banyak yang konsultasi terkait BPI LPDP (eksisnya mah LPDP aja lah ya), jadi kayaknya kurang efisien kalo nggak sekalian saya bikin satu tulisan yang bisa dinikmati banyak orang. Satu per satu saya balas chat-chat yang numpuk di WA saya, yang sebenernya pembahasannya seputar itu-itu aja. Capek kan ya, ga kebayang deh jadi admin online-shop, apalagi ikutan comment-war di akun instagram-nya Lambe Turah. Dan tadi pagi juga kepikiran, baiknya nulis tentang persiapan atau tips and trick yah. Di satu sisi, sebagian besar yang bertanya ke saya adalah orang-orang yang belum sepenuhnya siap untuk mendaftar LPDP tahun ini, baru sekedar bertanya seputar persiapannya. Sebagian yang lain penasaran tentang bagaimana menghadapi online assessment hingga test substantif yang terdiri atas wawancara, on the spot essay, dan LGD. Untuk yang kedua (tips and trick) sepertinya sudah banyak ya yang menulis di blog atau membahas di vlog-nya. Coba kepoin wordpress-nya Kiki Edward deh (googling aja, saya lupa alamat lengkapnya). Beliau sudah menulis tentang bagaimana wawancara berlangsung. Salah satu sumber latihan saya pun dari sana. 

Akhirnya saya mengadakan vote di akun Instagram saya @hermazulaikha --promosi :P-- apa yang harus saya tulis. Dan voila! 52% voters memilih topik tentang persiapan. 

----------

Secara umum, seleksi BPI LPDP sejak tahun 2017 dipisah antara seleksi kampus Dalam Negeri dan Luar Negeri, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk mengubah kampus tujuan ke luar negeri bagi yang mencantumkan calon kampus tujuan dalam negeri saat pendaftaran. Seleksi Dalam Negeri tahun 2017 lalu dilaksanakan pada awal tahun, sedangkan seleksi Luar Negeri dilaksanakan mulai pertengahan tahun. Yak, sejauh perjalanan saya menempuh pendidikan, saya adalah orang 'beruntung' yang selalu menjadi angkatan percobaan.

Waktu SD jadi angkatan terakhir yang ada 5 mata pelajaran dalam UN, waktu SMP jadi angkatan pertama yang merasakan IPA sebagai salah satu mata pelajaran UN (jadi belum pernah ada contoh soal yang bisa dipelajari), dan waktu SMA juga jadi angkatan pertama yang merasakan perubahan besar-besaran sistem penerimaan mahasiswa baru PTN (muncul sistem SNMPTN Undangan yang melibatkan nilai raport, nilai UN, dan nilai UAS dengan hitung-hitungan super repot, dan SNMPTN tulis). Waktu kuliah juga demikian: jadi angkatan pertama di IPB yang merasakan sistem baru transkrip nilai (jadi ada nilai AB di antara nilai A dan B, dan nilai BC di antara nilai B dan C), jadi angkatan pertama yang merasakan mata kuliah departemen di masa TPB, jadi angkatan pertama yang merasakan gedung Common Class Room (CCR) pas semester dua lengkap dengan menyaksikan pembangunannya yang membuat sekitar asrama persis Jurassic Park selama semester satu. 
Selama CCR dibangun, asrama sering mati air, mati wifi, dan tiap malam terdengar dentuman-dentuman tiang pancang yang sedang ditanam, sampai saya pernah mimpi lagi kiamat. Oh ya, kami juga angkatan terakhir yang merasakan tanjakan depan FMIPA yang membuat kalo abis makan di Bateng, jalan ke asrama udah laper lagi. Dan satu lagi, kami adalah angkatan yang menikmati kasur-kutuan-nan-busuk di asrama yang udah dipakai kakak-kakak kami ratusan tahun, sebelum akhirnya diganti saat kami keluar asrama. Hahaha *ketawa miris 

Intermezzo dikit sebelum lanjut lebih serius. Ah, IPB...

Saat saya sedang mempersiapkan diri untuk mendaftar LPDP, tiba-tiba muncul aturan baru seperti yang saya sebut di atas. Masih biasa aja, ga kaget-kaget amat. Terus dapat kabar, untuk seleksi Luar Negeri berarti harus full menggunakan Bahasa Inggris, mulai dari LGD, On The Spot Essay, dan Interview. Agak 'deg', tapi yaa namanya mau sekolah ke luar negeri berarti harus sudah terbiasa menggunakan Bahasa Inggris mulai dari sekarang. Kemudian dapat informasi lagi bahwa step seleksinya nambah dari yang hanya seleksi administrasi dan substantif saja, tahun 2017 diterapkan seleksi Online Assessment (OA). Mulai deh ketawa terbahak-bahak ala orang depresi tiap malam, karena kalo pagi saya lagi di kantor ga boleh ketawa-ketawa-gila --apasih. Ketawa-ketawa setres cuma seminggu, selebihnya biasa aja. Karena saya tau, inilah takdir saya: selalu menjadi orang pertama korban percobaan sistem pendidikan. Mari menertawakan hidup.

Terus gimana dong nyiapin OA-nya? Kan belum pernah ada yang ngalamin sebelumnya. 

Santai aja. Pas UN SMP saya survive kok, dapat nilai 9.0 juga meski belum ada contoh soal IPA yang di-UN-kan *syombong. Karena terbiasa dalam situasai ini, saya ga pernah benar-benar tertekan. Paling ya itu ketawa-tawa depresi, habis itu selesai. Banyak berdoa aja modalnya. Lagian seleksi OA kan kalo lolos administrasi. Mending fokus nyiapin seleksi administrasi sebaik mungkin. 

----------
Seleksi Administrasi

Pada tahap seleksi administrasi, petunjuk mengikutinya udah komplit sekomplit-komplit-nya tercantum di panduan pendaftaran. Jadi saya gausah bahas teknisnya ya. Saya akan bahas beberapa dokumen yang krusial untuk dipersiapkan, yaitu LoA Unconditional dan tiga buah essay yang berjudul Sukses Terbesar Dalam Hidupku, Kontribusiku untuk Indonesia, dan Rencana Studi Calon Penerima Beasiswa LPDP.

Namanya seleksi administrasi, pasti yang dinilai adalah dokumen-dokumen yang diminta sebagai syarat pendaftaran. LPDP memiliki salah satu syarat unik pada tahap administrasi ini, yaitu:
1. IPK minimal 3.0
2. IELTS minimal 6.5 
3. Bila kedua syarat tersebut belum terpenuhi, boleh mendaftar apabila sudah memiliki LoA Unconditional (surat tanda diterima tanpa syarat di universitas tujuan).

Berhubung you know lah IPK saya ga sebaik orang-orang cum laude, maka saya harus memiliki LoA Unconditional untuk melewati tahap administrasi ini. Allah emang Maha Baik, ternyata setelah saya dinyatakan lolos, (lagi-lagi) saya menjadi angkatan pertama yang harus merasakan kebijakan baru LPDP yang pertama diterapkan pada awardee tahun 2017 yaitu 'Bagi yang tidak menyertakan LoA Unconditional saat mendaftar, akan diberangkatkan tahun 2019'. Jadi, insyaallah saya akan diberangkatkan pada tahun ini karena saat mendaftar saya menggunakan LoA Unconditional. Rejeki anak sholehah emang, alhamdulillah. 

Meski pada akhirnya teman-teman saya di PK-122 yang tidak meng-upload LoA Unconditional saat pendaftaran sudah pasrah karena harus berangkat tahun 2019, beberapa diantaranya di-acc untuk bisa berangkat pada tahun 2018 ini, nggak ada salahnya buat rekan-rekan yang baru mau mendaftar tahun ini untuk mengupayakan sudah memiliki LoA Unconditional dan meng-upload-nya pada saat pendaftaran. Kecuali memang sudah niat mau berangkat dua tahun lagi. Dan satu lagi, apabila selama tahun 2018 belum juga meng-upload LoA Unconditional, beasiswa-nya akan hangus. Masa rela sih udah berdarah-darah memperjuangkan terus dilepas begitu saja.

LoA saya sendiri sebenarnya berstatus Conditional, karena kampus memberi syarat untuk merilis LoA Unconditional, saya harus membayar tuition fee sebesar 17,500 Euro dan mengirim fotokopi ijazah berbahasa Indonesia yang sudah dilegalisir. Saya segera kirimkan kopi ijazah yang diminta kampus dan memberi keterangan tambahan dalam file LoA saya. Isinya menjelaskan bahwa LoA tersebut bersifat conditional bukan karena saya belum memenuhi syarat administrasi dari kampus, melainkan karena harus membayar tuition fee dan mengirim kopi legalisir ijazah. Ga mungkin dong kalo saya bayar tuition fee-nya, jual ginjal juga ga cukup kayaknya itu mah. Bukti pengiriman kopi legalisir ijazah dan screenshot korespondensi dengan kampus juga saya lampirkan sebagai bukti bahwa saya sudah mengupayakan semaksimal mungkin terkait LoA ini. Alhamdulillah, Allah gerakkan LPDP untuk meloloskan LoA tersebut.

Salah satu syarat dari seleksi administrasi adalah menulis tiga buah essay yang berjudul 1) Sukses Terbesar Dalam Hidupku; 2) Kontribusiku untuk Indonesia; dan 3) Rencana Studi Calon Penerima Beasiswa LPDP.

Saya sering mendapatkan pertanyaan dan curhatan dari teman-teman yang ingin mendaftar LPDP terkait essay ini. Kurang lebih isinya seperti ini:

"Her, gue belum pernah sukses nih dalam hidup. Gue bingung harus nulis apa."
"Gue minder ih, gue belum pernah berbuat apa-apa untuk bangsa dan negara ini."

Padahal sukses bukan berarti jadi rektor di usia 25 tahun dan kontribusi untuk Indonesia bukan selalu tentang keberhasilan dalam menangkap kapal illegal fishing di perairan Indonesia misalnya. Yang saya suka dari beasiswa ini adalah LPDP benar-benar menghargai seseorang yang bekerja keras dan tough, terlepas dari output-nya yang mungkin dinilai biasa aja sama orang banyak. 

Pada essay nomor 1, tuliskan saja pencapaian paling 'Wah', paling 'Heboh', paling 'Membanggakan sejagat raya dan kahyangan' yang pernah rekan-rekan dapatkan. Kakak kelas saya (beliau juga awardee) menulis essay tentang keberhasilan beliau dan tim-nya dalam memenangkan sebuah perlombaan setelah berlatih dan bersusah payah. Ada juga yang menuliskan tentang keberhasilannya mendapat predikat Cum Laude saat wisuda meski ayahnya hanya seorang petani di desa. Lantas saat itu pun saya bingung, saya juga tidak punya prestasi apa-apa yang membanggakan, atau sesuatu yang bisa saya anggap sebagai sukses terbesar yang pernah saya raih. 

Kakak kelas saya memberi ide untuk menuliskan tentang bagaimana hidup menempa saya menjadi pribadi yang dewasa dan tangguh. Sederhana 'kan? Akhirnya saya menulis tentang bagaimana saya menjadi tulang punggung keluarga sepeninggal ayah saya, bagaimana saya menghadapi tekanan dan ujian, dan diakhiri dengan bagaimana saya menggunakan seluruh gaji pertama saya untuk membiayai seleksi masuk perguruan tinggi bagi adik saya. Essay tersebut menggambarkan bagaimana tanggung jawab dan kemampuan saya dalam menghadapi berbagai kesulitan. God has tested me to make me a real person, so why can't it be my success story?

So, pilih aja kisah sukses terbesarmu, apapun itu. As long as it doesn't make you a snob, and it's useful not only for yourself, embrace yourself to write it!

Pada essay kedua, kakak kelas saya menulis tentang bagaimana beliau mengajar anak-anak di daerah miskin dan tertinggal pada program pengabdian masyarakat di organisasi yang diikutinya. Saya pun terinspirasi untuk menuliskan apapun dari hal terkecil hingga terbesar yang pernah saya lakukan melalui organisasi-organisasi dan kegiatan-kegiatan yang pernah saya ikut semasa kuliah hingga bekerja. Saya menuliskan tentang bagaimana saya bergabung dengan BEM KM IPB, apa saja yang sudah saya lakukan di sana, hingga saat saya bekerja di Dompet Dhuafa Pendidikan, sebuah LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dhuafa melalui peningkatan kualitas pendidikan. It sounds great, doesn't it? 

Jadi untuk essay nomor 2 ini ga usah muluk-muluk dengan nanti mau jadi Presiden RI segala, be realistic dengan menuliskan rencana riil apa yang akan kita lakukan setelah menyelesaikan S2 sebagai penutup essay ini. 

Pada essay ketiga, atau Rencana Studi, jelaskan masalah apa yang dihadapi bangsa ini sehingga dengan melanjutkan pendidikan. membuat kita menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Kemudian paparkan apa saja yang akan kita dapatkan dari berkuliah di jurusan dan kampus yang kita ambil. Sertakan juga timetable dari studi kita, list mata kuliah, dan rencana pengembangan diri semasa studi. 

Untuk essay, tulis sebaik mungkin dan jangan berbohong. Karena essay ini akan digunakan sebagai bahan bertanya pada saat interview. Kalo ngarang bisa lupa entar.hha

And it's done. Susah kalo cuma dipikirin, gampang kalo sambil dikerjain. Cuss, siapkan essay terbaikmu ya!

----------
Online Assessment

Yang perlu disiapkan dari tahap ini adalah:
1) Doa sekuat-kuat dan sebanyak-banyaknya
2) Rajin sholat tahajjud & dhuha
3) Perbanyak sedekah dan bantu-bantu Ibu di rumah

Serius, ini tahap paling unpredictable dan bingung juga apa yang harus dipersiapkan selain banyak-banyak minta tolong sama Allah si.haha
Inti dari seleksi di tahap ini adalah LPDP mencari orang dengan integritas dan mental yang kuat. Saya bukan orang psikologi sih, ga bisa menerka soal penilaian dari tes ini, tapi kalo diperhatikan dari pertanyaannya kurang lebih demikian. Model pertanyaannya menguji kejujuran, kekonsistenan, mental, sampe daya ingat. Entahlah apakah daya ingat termasuk yang diuji, tapi memang kemampuan mengingat yang baik sangat diperlukan pada tes ini.

Detailnya insyaallah akan dibahas di post berikutnya ya ;) ingetin aja.haha

----------
Substantif

Saya disarankan oleh teman-teman dan kakak kelas yang sudah lolos lebih dulu untuk banyak membaca berita sebagai persiapan dari tes substantif. Tes substantif yang menguji wawasan kita terhadap isu-isu terkini terletak pada tes LGD (leaderless group discussion) dan Essay on The Spot (EOTS). Kedua tes tersebut akan menuntut kita untuk membahas suatu isu yang diberikan, memberikan tanggapan, hingga solusi terhadap isu tersebut. 

Selain banyak membaca berita, bisa dipersiapkan juga dengan latihan berdiskusi dengan teman dan latihan menulis essay pendek dalam waktu singkat (sekitar 45-60 menit). Cari juga grup Telegram LPDP di tahun ketika rekan-rekan mendaftar, karena di sana bisa bertemu dengan sesama calon pendaftar. Jadi bisa banyak diskusi dan cari-cari informasi. 

Kalo cara-caranya insyaallah akan dibahas di post berikutnya ya ;)

----------

Demikian terkait persiapannya. Yang ga boleh dilupakan dari segala rupa ikhtiar adalah bagaimana keikhlasan kita dalam menjalankannya dan mengharapkan kemudahan dan keridhoan Allah ya. Karena ikhtiar sesungguhnya adalah proses memantaskan diri dan meyakinkan Allah bahwa kita tidak main-main dengan apa yang kita minta dalam doa.

Semoga dimudahkan dan diberikan yang terbaik ^^

Wassalammu'alaykum Wr Wb

Ditulis di Bogor,
7 Juni 2018 / 22 Ramadhan 1439 H

Comments

Popular Posts