Cinta Allah dalam Akalmu dan Mata Capung

Bismillahirrohmannirrohiim

Ada cara tak terbatas bagi Allah untuk menunjukkan cinta pada makhluk-Nya. Dan tidak ada logika dari makhluk ciptaan-Nya yang mampu menjelaskan batas-batasnya.

Kita mungkin sering dihadapkan pada kondisi di mana rasanya diri ini begitu lemah, begitu rapuh, namun di saat yang sama ada beban yang seolah-olah dengan sengajanya jatuh di kedua bahu yang ukurannya jutaan kali lebih kecil dari bebannya. Well, setidaknya dalam persepsi orang yang menanggung beban tersebut.

Kata-kata seperti "Masih ada banyak orang yang jauh lebih menderita dari kita" atau "Allah menguji sesuai kemampuan hamba-Nya", atau "Yakin semua pasti ada jalan keluarnya" atau berbagai kalimat-kalimat bijak lainnya, rasanya tidak mempan lagi mengobati perasaan tak berdaya dan lelah yang sudah menggelayuti hati dan pikiran kita yang (merasa) sedang diuji. You know, menurutku kata-kata seperti itu hanya bisa dibaca dan dipahami maknanya ketika kita sendiri tidak sedang dalam kondisi 'serba sulit'. Meresapinya untuk mengobati kegelisahan dan ketakutan yang sedang dialami, jelas jauh lebih sulit dibanding mengatakannya pada seseorang yang ingin kita besarkan hatinya.


Terima kasih pada kamu yang berusaha menguatkan diriku. Walau aku tahu, bebanmu saat ini, dalam kapasitasku yang berada jauh di bawahmu dari banyak sisi, terlalu berat jika dibandingkan dengan apa yang harus aku hadapi. Bahkan hanya dalam batas yang bisa kulihat, dibandingkan denganmu, aku sama sekali tidak kuat.

Tapi sebagai makhluk yang telah Ia ciptakan untuk beribadah kepada-Nya, dan makhluk yang Ia jadikan sebaik-baiknya makhluk yang paling mulia dengan akalnya, kuputuskan untuk menyudahi kesedihan cukup sekitar 30 menit lagi.
******

Aku yakin, meja makan pantry laboratorium tempatku bekerja telah Allah tetapkan sebagai tempat bagiku menyudahi kesedihan. Sudah kubilang kan, tidak ada logika dari makhluk ciptaan-Nya yang mampu menjelaskan batas-batas cara Ia mencintai hamba-Nya.

"Capung itu, hewan yang hebat," kata Bu Nunuk, peneliti di laboratorium tempatku bekerja, melanjutkan ceritanya di sarapan pagi kami. "Bukan bukan. Penelitinya yang hebat. Jauh lebih hebat lagi yang menciptakan capung dan yang memberikan kecerdasan pada penelitinya -- itu sudah pasti. Tapi capung emang hebat."

Aku dan partner kerjaku masih menyimak dengan roti coklat yang sedang diproses di mulut kami. Berharap menjadikannya energi untuk beraktivitas hari ini.

"Kamu tahu, mata capung itu punya reseptor yang jumlahnya jutaan kali lebih banyak daripada mata manusia," Bu Nunuk melanjutkan. "Penelitinya, melakukan percobaan untuk membuktikannya. Dia melempar sesuatu yang bentuknya mirip dengan 'mangsa' bagi si Capung. Bentuknya mirip lalat, supaya Capung kira itu makanannya.

Kamera untuk merekam gerak mata Capung juga disiapkan. Kamera tersebut merekam, bahwa mata Capung mengikuti benda yang dibuat mirip lalat saat ia 'dilemparkan' ke arah Capung. Penelitinya menjelaskan bahwa, ketika pertama kali Capung melihat benda tersebut, ia terangsang untuk bergerak 'mengejarnya'. Tapi belum sampai Capung tersebut bergerak, matanya mendeteksi bahwa benda itu bukanlah makanannya, sehingga Capung tidak jadi bergerak untuk mengejar umpan tersebut."

Aku terkesima. Dan Bu Nunuk masih melanjutkan 'prosesi transfer ilmu'-nya di sarapan kami pagi ini.

"Ada lagi satu hewan yang hidup di Kanada. Tapi saya lupa apa nama hewannya. Hewan tersebut pun Allah ciptakan memiliki mata yang juga demikian hebatnya.

Predator hewan tersebut adalah Srigala. Srigala pun diciptakan memiliki kemampuan mengubah warna bulunya. Saat musim dingin, bulu Srigala berubah warna menjadi putihi seperti salju, sehingga ia tak terlihat (bagi manusia). Tapi tidak dengan hewan (yang sedang ibu bicarakan) ini.

Salju itu sifatnya memantulkan sinar UV. Mata manusia yang terbatas ini tidak mampu melihatnya. Meski sama-sama berwarna putih, bulu Srigala tidak memantulkan sinar UV seperti salju. Ia justru menyerap sinar UV, sehingga hewan (yang sedang diceritakan) tersebut justru mampu melihatnya dan bisa bersiaga untuk menyelamatkan dirinya dari incaran Srigala."

Kembali terkesima. Meja makan pantry, segelas susu coklat, beberapa potong roti menjadi teman bagi 'hikmah' untuk menghampiriku pagi ini.

Bahwa Allah selalu menciptakan suatu kondisi dengan solusi yang membersamai. Bahwa tidak ada keadaan yang Allah berikan tanpa petunjuk untuk suatu jalan. Seperti Capung yang Allah ciptakan dengan makanan yang mampu terbang, Allah berikan juga mata dan kemampuan terbang yang tidak dapat ditiru makhluk lainnya. Seperti hewan (yang Bu Nunuk lupa namaya), Allah ciptakan ia hidup menjadi mangsa Srigala yang mampu berkamuflase berubah warna, Allah beri ia kemampuan mendeteksinya.

Ah, kamu manusia. Allah mungkin tidak memberikanmu mata yang bisa membaca pikiran orang lain. Allah mungkin tidak memberikanmu bahu yang kuatnya bisa memikul beton. Allah mungkin tidak memberikanmu kemampuan terbang untuk menghindari kemacetan. Dan Allah tidak jadikan hidupmu terlalu serba mudah (dalam batas logika manusia).

Sebab Allah telah memberimu akal. Akal sempurna yang tidak Ia berikan pada makhluk ciptaan-Nya yang lain. Akal sempurna yang malah sering kamu gunakan untuk mencari cara untuk menyakiti sesamamu, melupakan Tuhanmu, tidak kamu gunakan sebagaimana Allah inginkan ketika ia memutuskan memberimu akal.

Ah, Herma. Hentikan kesedihanmu. Hentikan ketakutanmu. Hentikan ketergantunganmu pada manusia lainnya. Allah tuntun Bu Nunuk bercerita padamu hari ini tentang keajaiban ciptaan-Nya untuk mengajarkanmu sebuah hikmah. Sebab kamu selalu ingin diyakinkan dengan bukti ilmiah.

Gunakan akalmu. Gunakan hatimu. Kembalilah pada Allah, bahwa Ia mencintaimu lebih dari makhluk manapun yang mencintaimu. Bahwa Ia tengah meletakkanmu pada kondisi yang membuatmu takut, membuatmu sedih, membuatmu gelisah, tapi Ia juga telah memberikan jalan untukmu menyelesaikannya.

Bukankah jika cita-cita mudah dicapai, dan masa depan terlalu mudah dipastikan, manusia (sering) tidak mampu mengingat Tuhan?


"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. 
Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. 
Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. 
Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah."
(QS. Al-Hajj, 22: 73)

******

Cibinong, 28 Januari 2016 10:20
Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Pusat Penelitian Biologi LIPI



Sudah kubilang kan, tidak ada logika dari makhluk ciptaan-Nya yang mampu menjelaskan batas-batas cara Ia mencintai hamba-Nya.

Comments

Post a Comment

Popular Posts