Kehilangan

Hello, my Dear. Sometimes when my feeling goes wrong, my style of speaking totally changed. It's difficult to express it in Bahasa, the way I usually speak to people. Don't know why, may be one of the reason is... I don't want you to understand it clearly at the time nor... I just don't really know what happened to my own self.

But not for tonight, my Dear. Aku akan bicara dengan bahasa kita, bahasa yang kamu mengerti.

You know my Dear. Oktober menjadi bulan yang luar biasa dalam hidupku. Oktober sejak dulu menjadi bulan bagiku bertemu dan berpisah dengan orang-orang yang menurutku istimewa. Tapi bukan itu yang ingin kubicarakan. Bukan itu poin pentingnya.


My Dear, seseorang berkata padaku bahwa hakikatnya mereka yang kita temui bukanlah milik kita. Mereka milik Alloh, dan bahkan pertemuan kita sudah diatur oleh-Nya dengan berbagai tujuan. Aku menyadari itu, sungguh. Sadar dengan sepenuhnya kesadaranku. Saking sadarnya, aku bahkan sering membayangkan akan bagaimana jalan cerita hidup yang kulalui jika saja aku tidak pernah mengenalmu mungkin.


You know my Dear, saat kita bertemu dengan seseorang, kemudian menjalin hubungan dengannya --entah hanya sebagai kenalan, teman sekelas, teman kerja, rekan, teman dekat, sahabat, saudara, atau bahkan kekasih-- kamu harus menyiapkan ruang di hati untuk kelak di lain waktu menghadapi perpisahan.

Berpisah dengan orang yang hanya kenalan, rasanya pasti berbeda dengan sahabat yang paling kita sayang. Berpisah dikarenakan jarak juga rasanya akan sangat jauh berbeda jika perpisahan itu dikarenakan sudah berbeda alam. Pun juga dengan perpisahan yang dipicu oleh beda pemikiran atau ideologi tidak bisa dibandingkan bagaimana rasanya dengan perpisahan yang dikarenakan sekedar beda jalan meski satu tujuan. Semuanya perbandingan antara jaminan bertemu lagi dan yang tidak memiliki jaminan atau benar-benar sudah hilang.

Ah, My Dear, rasanya jauh lebih lega menerima perpisahan itu ketika hati telah berdamai karena keyakinan bahwa tidak ada satu kejadian pun yang terjadi tanpa ketetapan-Nya. Semuanya adalah skenario dari-Nya yang penuh kejutan hingga hikmah dalam setiap perjalanan yang akan kita tempuh di dalamnya.

My Dear, mereka bilang perpisahan itu berbeda dengan kehilangan. Katanya perpisahan itu hanya sekedar terjadi jarak dari yang tadinya tak ada jarak, sedangkan hilang artinya tak terlacak yang pergi itu ada di mana. Tapi buatku apa bedanya? Jika perpisahan sendiri itu menimbulkan rasa kehilangan. Apalagi jika terjadinya di sini, di dalam hati. Aduh, kalau sudah main perasaan susah deh. Apalagi buat perempuan.

Tapi my Dear, kadang untuk merasakan sesuatu atau seseorang itu berharga, kita harus belajar kehilangannya meski sejenak. Seperti aku yang dulu seenaknya memperlakukan ponselku yang tahan banting. Berulang kali jatuh dari lantai dua, jatuh dari saku kemeja, jatuh ke kolam, dia tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Aku sendiri sering lupa menyimpannya di mana, tapi sekali dihubungi aku bisa tahu dia ada di mana. Hingga suatu hari dia berpindah tangan di suatu perjalanan menuju ke sekolah. Kuhubungi sudah tak aktif lagi. Saat itu juga aku menangis. Bukan karena takut dimarahi orang tua atau sekedar tak lagi punya alat komunikasi. Tapi kehilangan saat itu membuatku sadar bahwa ponsel kuno itu benar-benar berharga buatku --aku sudah lama sekali memilikinya.

Itu tadi hanya sekedar ponsel. Benda mati yang bisa kau perlakukan seenaknya tapi dengan setia melayanimu dengan fungsi-fungsinya. Bagaimana dengan manusia? Yang sudah lama mendampingimu dalam berbagai suasana. Dari tertawa, jatuh bersama, menangis bersama, membantu menyelesaikan masalah, menolong dengan sepenuhnya kemampuan, jalan berdua ke kelas untuk kuliah, kau temui saat rapat, kau sapa di jalan, dan....ah... ini soal perasaan dan logika manusia. 

You know my Dear, sampai saat ini kadang ketika ponselku bermasalah, aku rindu ponselku yang hilang itu. Betapa berharganya dia meski kuno dan ketinggalan jaman jika kupakai sekarang pun. Kehilangan benar-benar ampuh membuar orang sadar bahwa sesuatu atau seseorang yang bersamanya itu berharga. Saat itu benar-benar kita nggak tau kapan akan dipertemukan kembali, apalagi jika pemisahnya adalah kematian. Tapi Alloh janjikan bahwa orang baik akan senantiasa bertemu dan berkumpul dengan orang baik. Jadi menurutku, rasa kehilangan karena perpisahan mengajari lagi satu hal: sabar

Dan dalam masa penantian itu, seharusnya semakin mendekatkan hubungan kita sama Alloh oleh sebab doa-doa yg terpanjatkan dan kemudian bertemu di langit. Doamu dan doaku.

You know my Dear, aku ingin ada cerita yg bisa kita saling bagi di hari pertemuan kita kembali. Aku yg semakin kece dan kamu yg semakin oke. Namun jika dalam perjalanan untuk kita saling menemukan kembali ternyata aku harus pergi sebelum sempat menjumpaimu, there will only be one conclusion : we will meet later in Alloh's Jannah instead, in sya Alloh.

Ini... bukan gegara aku yg kelewat mellow atau alay bin lebay. Tapi aku yg akhirnya sadar bahwa aku sudah terlalu mencintaimu. Mungkin kamu nggak pernah menyadarinya, sebab aku memang menutupinya. Dan lagi aku masih yakin seyakin-yakinnya bahwa setiap kita selalu punya cara masing-masing yang unik untuk menunjukkan rasa cinta itu. Contohnya aku yang mungkin terlalu bawel mengoreksi kesalahanmu, mengkritisi ketika ada yang tak sesuai akan perilakumu, membuat kerusuhan sehingga kamu kerepotan, dan banyak hal kacau lainnya yang aku sudah lakukan. Tapi di luar semua itu, aku belum menemukan yang lebih baik dibanding kamu, dalam hal apapun. Untuk itu aku ingin kamu pun tetap menjadi yang terbaik, again dalam hal apapun. I did all of it because I love you and them wholeheartedly, my Dear. 

Nggak masalah kalo mereka nggak tau bahwa aku sayang banget sama mereka, my Dear. Mungkin caraku yang salah dalam menunjukkannya. Karena terkadang niat baik tidak terlihat baik jika cara melakukannya kurang baik. Tapi bukan itu poin pentingnya yang sedang aku bahas. Di antara semua rasa yang timbul akibat perpisahan, aku paling nggak ingin merasa kehilangan karena perpisahan yang disebabkan oleh satu hal, my Dear: salah paham.

You know my Dear, setiap kita juga punya medannya masing-masing untuk ditempuh agar diri ini  bisa semakin luar biasa. Bisa semakin dekat dengan penciptanya dengan berbagai cara dan usaha. Bisa semakin bermanfaat bagi sesama dengan jalan yang beraneka. Dan karena banyak perbedaan cara itulah, terkadang ada saatnya perpisahan menjadi keniscayaan dan rasa kehilangan senantiasa mengikuti di belakang.

Mungkin hati ini tengah sempit sehingga terlalu berlebihan menggambarkan rasa kehilangan itu. Tapi my Dear, seperti yang sudah aku bilang kan, setiap orang punya caranya masing-masing untuk meluapkan perasaannya. Dan aku percaya bahwa tidak ada kejadian yang tidak Alloh skenariokan, kecuali untuk mengajari hamba-hamba-Nya pada kebaikan. Skenario untuk menuju babak baru bagi kita. 

Alrite, My Dear? Doakan aku baik-baik saja ya. Selamat berpisah (dan berjumpa jika bisa). 


Yang mencintaimu dengan segala kekacauannya, segala kekurangannya, segala keanehannya, dan seluruh hatinya atas perintah Tuhannya

Saudarimu,
Orang Aneh Itu.   














Comments

Popular Posts