The Chronicles of LPDP - Dalam Doamu dan Doaku

Bismillahirrahmannirrahiim

Assalammu'alaykum Wr Wb

Tulisan ini dibuat di tengah kerusuhan yang terjadi pada jadwal hidup saya, padahal sedang tidak terikat di instansi manapun. Pekerjaan baru saya adalah pengacara, udah tau lah ya maksudnya apa. Tapi bukan 'banyak acara' ya, melainkan ngebanyak-banyakin acara, apalagi kondangan. Yap, datang kondangan bisa menjadi pekerjaan baru buat saya yang menghasilkan lebih dari uang kalau mau dimanfaatkan, yaitu: silaturahim dan membangun jaringan. Membangun jaringan lho ya, bukan tebar jaring(an) #eh

Dan tetiba ngebet banget pengen nulis ini di tengah deadline terjemahan beberapa jurnal mahasiswa S2 dan S3, padahal saya S2 aja belum. Saya adalah orang yang butuh banyak menyendiri, dan bila kebutuhan menyendiri sudah terpenuhi, kebutuhan ngoceh pun meningkat. Saya butuh ngoceh pada orang-orang yang bersedia meminjamkan telinga dan hatinya #tsaah

"Herma 'kan sibuk, jadi aku ga berani ganggu"

Teman-teman saya biasa mengatakan demikian kalo saya sapa via WhatsApp atau sosmed lainnya. Saya memang selalu menyempatkan diri menyapa teman-teman lama jaman SMP, SMA, dan kuliah minimal banget via sosmed. Kalo yang masih bisa ditemui, saya ngajak ketemu. Tapi yaa gitu, namanya masih mahasiswa, wajarlah ya kalo masih miskin. (Iya, meski udah tua saya masih mahasiswa lho, kalo LPDP udah bayarin tuition fee saya resmi jadi mahasiswa lagi.haha) Masalahnya jadi mahasiswa-miskin umur segini itu ga enak. Karena buat saya, kalo ngajak ketemuan, artinya siap biayain segala keperluan ketemuan: seminimal mungkin bayarin makan lah. Lha ini makan sendiri aja ngais-ngais, ga di tempat sampah sih, ngais-ngais rejekinya Allah swt hahaha *apasi. 

Habis bukan anak horangkayah yang ngupil aja keluar duit. 

Jadi, mereka yang saya sapa dan ajak ketemuan adalah temen-temen yang senasib atau sudah sangat paham dengan saya. Sisanya saya sapa aja bier ga putus. Bukan meragukan kedekatan emosional kami sih, tapi lebih ke saya yang punya fungsi Feeling lebih dominan dibanding Thinking ini serba ga enakan (I am a true INFP). Kalo mereka yang sudah (saya anggap) paham betul dengan saya (temen SMA dan sebagian kecil temen kuliah) sudah menerima segala detail kebusukan saya. Kalo mereka cowok, mungkin saya (pasrah) milih nikah sama mereka aja yang meski saya busuk tetep ga dibuang ke tong sampah. 

Karena pada kenyataannya, memperjuangkan beasiswa jauh lebih mudah dibanding memperjuangkan hati manusia #eeeaaa #CurhatMak

Kembali ke janji saya untuk menuliskan perjalanan panjang saya menjemput takdir terbaik dan memantaskan diri untuk doa-doa Mamak: menginjakkan kaki dan belajar di Bumi Eropa. Let's travel around the world with du'aa!



------
Bagian I: Seminar Hasil Penelitian & Sidang Skripsi

Salah satu rezeki dari Allah swt buat hamba-Nya adalah teman-teman yang baik. Teman-teman yang senantiasa mengingatkan dalam kebaikan. Teman-teman yang menjadi perpanjangan uluran tangan Allah swt untuk membantu kita. Teman-teman yang selemah-lemah bantuannya ketika ga bisa pake tangan langsung adalah mendoakan kita agar Allah swt memudahkan kesulitan kita, dan doa adalah bantuan terkuat sebenarnya. Dan alhamdulillah bini'mathihi tathimussalihaat, pencapaian luar biasa saya di tahun 2017 lalu adalah berkat mereka juga: teman-teman yang Allah swt kirimkan untuk mengelilingi saya dengan kebaikan. 

Pada bulan Agustus tahun 2015, saya melaksanakan seminar hasil penelitian. Saya yang sering menganggap diri saya menyebalkan ini ditampar oleh Allah swt pada momen saya seminar. Saya berpikir bahwa mungkin yang akan datang pada seminar saya sedikit jumlahnya, karena saya bukan orang populer, tidak pandai bergaul, dan sering melakukan hal-hal yang mungkin orang tidak sukai. Saya berdoa, "Ya Allah semoga yang datang minimal sepuluh orang. Supaya seminar tetap bisa dilaksanakan."

Mendekati jam seminar sesuai jadwal, saya tidak memperhatikan peserta yang hadir. Saya fokus menghafalkan bahan seminar dan mempersiapkan jawaban-jawaban yang mungkin akan ditanyakan. Sembari saya sibuk memastikan apakah dosen penguji sudah hadir apa belum, dan grasak-grusuk memastikan dan menjemput pembimbing penelitian yang bukanlah dosen di kampus (peneliti di balai Biogen) sudah sampai tepat waktu.

Hari itu saya ditemani oleh sahabat saya Ziyaadah yang berbeda fakultas, dan sahabat terdekat dari departemen yang sama: Dicka, Rani, Kasita, dan Ilma. Tau apa yang Ziyah lakukan? Dia menjemput saya dari rumah dan mengantar saya ke kampus dengan sepeda motornya. Dicka, Kasita, Rani, dan Ilma membantu menyiapkan konsumsi untuk peserta dan dosen. Semoga Allah swt senantiasa melindungi kalian di manapun berada. T^T

Semoga Allah swt senantiasa mengiringi perjuangan kalian...

Sebelum seminar dimulai, salah satu dari tiga dosen penguji yang bertindak sebagai moderator membuka seminar. Dan salah satu perkataan beliau adalah, "Wah, hebat ya. Temannya banyak sekali sampai ruangannya tidak muat. Tolong ada yang ambilkan bangku ekstra dari kelas ya? Siapa saja, mohon bantuannya. Kamu punya banyak teman ya? Yang seminar tadi pagi pesertanya sedikit sekali. Teman yang banyak itu bisa membantu psikologis kita lebih tenang lho. Jadi perbanyak teman ya, biar yang hadir seminar banyak."

Saya menoleh pada tempat peserta duduk. Maasyaallah, saya melihat wajah-wajah yang tidak asing. Teman-teman Biokimia angkatan 48, organisasi, adik kelas, bahkan kakak kelas yang sudah lulus ikut menghadiri seminar hari itu. Ada dari Departemen Biokimia lintas angkatan, BEM KM Kabinet IPB Berkarya, Kabinet Kreasi untuk Negeri, Kabinet Berani Beda, sampai Kabinet Rumah Kita yang saya cuma numpang merusuh sebentar di sana.haha. Lebih uwow lagi, teman-teman yang beda jurusan drastis (seperti ekonomi, komunikasi pengembangan masyarakat, dll) juga hadir. Lebih maasyaallah lagi.....teman SMA, liqo, sampai berjuang di dakwah sekolah #eeaa saya selama ratusan tahun, Nuri dan Sasa, yang adalah alumni Universitas Indonesia (mereka sudah wisuda bulan Juni-nya) hadir di seminar hari itu. Ya Allah... melting ga sih.hiks

Teman-teman departemen bahkan menyiapkan banyak hadiah.

Setelah seminar selesai, saya membuka ponsel. Banyak ucapan selamat dan doa-doa dari teman-teman yang belum bisa hadir di seminar karena ada keperluan. Sangat senang membaca semua pesan-pesan itu. Dan semakin terharu ketika ada pesan dari teman depan kamar ketika di asrama dulu, Fuji, yang sudah menikah dan punya dua anak balita. "Herma, maafin ya aku ga bisa datang, anak-anak rewel dari pagi. Tapi aku minta Sigit datang ke seminar kamu, ngewakilin aku. Selamat ya Herma, semoga sukses seterusnya."

Sigit adalah suami dari Fuji, satu angkatan dengan saya namun beda fakultas. Pantas saya bingung waktu Sigit duduk di bangku peserta seminar, karena literally selama masa perkuliahan saya belum pernah seamanah atau bahkan sekedar berkenalan dengan Sigit. Saya hanya tau ketika Fuji memperkenalkan suaminya seusai mereka menikah. Ya Allah... lagi-lagi saya dibuat meleleh dengan bagaimana Allah swt menggerakkan hati mereka untuk hadir ke seminar saya hari itu.

Perjalanan menuju kelulusan pun tak luput dari bantuan teman-teman baik teman di kampus maupun teman lama dari SMA. Saya yang teledor ini sering diingatkan untuk segera menyiapkan berkas-berkas persiapan sidang oleh teman sebimbingan, Tuti. Diajak makan bersama bier ga lupa makan oleh temen kosan dan best partner in crime ever, Dicka. Sampai selesai sidang, saya masih harus menyelesaikan berkas-berkas yang menjadi syarat diturunkannya SKL, salah satunya adalah membayar SPP semester 9. Karena saya adalah penerima beasiswa Bidik Misi yang batas maksimal pembiayaan perkuliahannya hanya sampai semester 8, maka semester 9 ini saya harus bayar sendiri. Sebenarnya saya sidang masih sebelum tahun ajaran baru dimulai, namun sudah memasuki masa pembayaran SPP semester berikutnya. Jadi, janji dari fakultas adalah SPP dibayarkan hanya sebagai formalitas. Jika SKL sudah turun sebelum tanggal terakhir pembayaran SPP, uang saya akan dikembalikan. Baiklah....

Dan ditengah kerusuhan tersebut, saya berdoa, "Ya Allah, katanya uangnya bisa dikembalikan kalo SKL bisa terbit sebelum tgl 22 September. Tapi untuk bayar pun aku ga punya uang. Ya Allah Yaa Rozaq, membayarkan SPP-ku adalah urusan kecil bagi-Mu."

Malamnya, tiba-tiba Sasa menghubungi saya sekedar bertanya sesuatu, kalau tidak salah inget tentang rohis di SMAN 3 yang sedang kami kelola sebagai alumni. Saya beranikan diri untuk meminta bantuan dari Sasa, karena saya hanya punya 20% dari jumlah SPP yang harus dibayarkan. Sungguh nggak tau diri sih, karena Sasa juga belum bekerja. Tapi namanya Allah swt punya rencana, habis saya bilang, Sasa mengiyakan tanpa syarat. Katanya dia punya tabungan. Ya Allah.... T^T

Semoga Allah swt senantiasa memurahkan rezeki kalian...

------
Bagian II: Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP Kemenkeu RI

Kalau membahas betapa Allah swt karuniakan kepada saya teman-teman yang punya hati sangat baik, tidak akan ada habisnya. Dijadikan buku setebal buku Lehninger pun belum cukup sepertinya. Karena saya selalu mengingat-ingat hal baik yang mereka lakukan terhadap saya. Kalau hal buruk? Well, itu bukan teman saya berarti. Ujian atau peringatan berwujud manusia lebih tepatnya.haha

Saat saya memiliki keinginan untuk lanjut S2 ke luar negeri, tidak sedikit yang mencemooh dan merendahkan, namun banyak juga yang mendukung dan (saya yakin) mendoakan saya. Salah satu sahabat saya yang tinggal di lorong yang sama ketika di asrama TPB dan juga teman sekantor menjadi pendukung terdepan saya selama saya berproses mendapatkan beasiswa ini adalah Umu dan teman sekosannya yang juga sahabat saya di departemen Biokimia, Rani.

Saya sering bercerita kepadanya tentang keinginan saya yang satu ini. Mulai dari niat yang tidak lurus (haha) sampai azzam yang semakin kuat, dia salah satu saksinya. Di kantor, saya menggunakan bahasa Inggris ketika bicara dengannya untuk melatih kemampuan speaking saya. Saya juga sering bercerita kepadanya tentang kendala apa yang saya hadapi sampai hal-hal sepele yang ingin saya lakukan seperti ingin berenang di kali. Dan ia senantiasa mendukung. 

Suatu hari, saya mendapatkan undangan interview dari Maastricht University pukul 15.00 waktu setempat which means di sini udah jam 9 malam. Ga mungkin saya numpang pakai wifi kantor berhubung jam segitu pasti kantor udah sepi macem kuburan dan listrik dimatikan. Ia mengusulkan untuk menginap saja di kosannya karena kosannya memiliki fasilitas LAN (jadul ya?haha). Dan karena kosannya adalah tipe 'tamu wajib bayar biaya menginap', dia dan Rani bahkan meminta izin agar saya tidak perlu membayar. Singkat cerita, saya melakukan interview-yang-lebih-pantas-dibilang-sidang-komprehensif di kosan mereka berdua dan alhamdulillah lolos. I owe you this success bro. 

Sebelum melaksanakan interview dari kampus, saya menjalani tes IELTS. Juga dengan bantuan teman di kantor. Sebelum bekerja di departemen tempat saya terakhir bekerja di sana, saya sempat bekerja sebagai project officer di departemen 'saudara'. Di departemen 'saudara' ini, cita-cita saya untuk mendapatkan beasiswa LPDP sangat didukung oleh tiap personilnya. Mas Bayu, menerima saya untuk menjadi PO dan membuat saya memiliki kesempatan untuk belajar IELTS bersama penerima manfaat beasiswa persiapan IELTS, BIPS batch 4. Sampai suatu hari, Mas Dimas menawarkan saya untuk ikut tes IELTS-nya beasiswa yang dikelola oleh beliau dan beliau meminta saya untuk mendapatkan izin dari Mas Budi. Alhamdulillah, Mas Budi menerima saya untuk ikut tes IELTS. Mba Riska yang mengurus administrasinya dan bersama Mba Nur terus menyemangati agar saya mendapatkan skor yang bisa digunakan untuk daftar kampus dan beasiswa.

Dan teman-teman dari departemen yang menyemangati di setiap tahapnya.

Semoga Allah swt senantiasa memudahkan urusan-urusan kalian...

Setelah submit dokumen sekitar bulan Juli, saya tinggal menunggu hasil pengumuman apakah lanjut ke tahap berikutnya atau tidak. Pada sekitar akhir Juli hingga awal Agustus, saya bersilaturahim ke sahabat saya yang berada di Jogja, Syafei, Mba Rofi, dan Mba Ratna. Ketika berada di sana, pengumuman dikeluarkan dan alhamdulillah saya lolos ke tahap Seleksi Asesmen Online. Bertemu mereka benar-benar melegakan sebagian ketegangan yang saya rasakan selama menunggu pengumuman. Bagaimana tidak, mereka benar-benar tulus mendoakan agar saya lolos beasiswa tersebut, yang mana saat itu prosesnya masih sangaaaatt panjang. 

Dan Syafei bersekongkol dengan Mba Ratna dengan mengajak jalan-jalan ke tempat yang saya tidak pernah duga dan berakhir drama: saya nangis -___-" *asyem emang haha

Semoga Allah swt memudahkan kalian dalam menjemput cita-cita, Syafei, Mba Rofi, dan Mba Ratna.

Mengalami setres berkepanjangan, kewarasan saya mencapai ambang batasnya. Saya butuh bicara pada manusia, heart to heart. Dan yang paling mudah ditemui adalah mereka yang masih tinggal di Bogor dan belum memiliki kesibukan maha padat. Salah satu orang yang 'apes' saya rusuhin adalah Anita, Ziyah, dan Dila. Paham bahwa saya setres berat, Anita, Ziyah, atau Dila dalam waktu yang berbeda mengajak bertemu untuk sekedar makan dan mengobrol bersama. Seminimalnya meladeni chat-chat sampah saya. Menyimak saya menangis, kesal, dan bersama menertawakan hidup yang serba bercanda.

Singkat cerita, saya lolos tahap asesmen online dan harus mengikuti tahap seleksi substantif. Sahabat saya yang sudah lolos lebih dulu, Asya dan Kak Winda melatih saya untuk mempersiapkan seleksi substantif, khususnya wawancara. Kak Winda yang saat itu akan berangkat ke Belanda, menyempatkan waktu untuk saya telpon malam-malam, untuk berlatih wawancara. Asya juga bersedia saya telpon malam-malam untuk berlatih wawancara, dan keesokan harinya saya temui di kampus untuk 'memoles' wawancara saya. Seluruh contoh pertanyaan, pelatihan, dan saran yang Asya dan kak Winda berikan benar-benar berguna saat saya melaksanakan wawancara in real. Nasehat mereka yang saya lakukan membuat interviewer 'terpesona'. 

Bahkan Elvira, sahabat saya yang saat itu sudah di Belanda lebih dulu dengan beasiswa Stuned ikut mendukung dengan memberi saran-saran apa saja yang harus saya persiapkan, salah satunya minta dilatih oleh Asya. Juga Whina, sahabat seperjuangan yang mendapatkan jadwal tes substantif seminggu lebih awal dari saya memberikan gambaran bagaimana seleksi berlangsung agar saya mempersiapkan dengan lebih baik. Ya Allah, terima kasih untuk memperkenalkan diri ini pada mereka.

Seleksi substantif dilaksanakan di Jakarta, tepatnya di kampus STAN. Saya kebagian jadwal seharian full, ketika sebagian besar peserta seleksi kebagian jadwal dua hari atau tiga hari. Saya yang tinggal sangat jauh dari kampus STAN ini disarankan Whina untuk mencari tumpangan untuk tinggal selama seleksi. Qadarullah, Allah swt mempertemukan saya dengan Kartika (Tika) yang baru menikah hari Sabtu lalu (ciyeee barakallah Tika). Tika tinggal di dekat kantornya, dan lokasi tempat tinggal Tika tidak jauh dari STAN. Alhamdulillah Tika bersedia menampung saya untuk tinggal selama semalam sebelum seleksi dilaksanakan. 

Bahkan ketika saya menghadapi suatu masalah sebelum mengikuti Persiapan Keberangkatan (PK) lagi-lagi Allah swt kirimkan bantuan melalui Mas Fajar yang notabene baru saya kenal dari kelompok PK yang sama, dan Nuri sahabat saya sejak SMA. Murobbiyah dan saudari2 di Nur Hidayah yang senantiasa mendoakan ketika saya curhat menghadapi kesulitan. 

Semoga Allah swt selalu memudahkan dan memberikan nilai terbaik untuk ujian-ujian kalian, Kak Winda, Asya, Elvira, dan Mas Fajar kelak. Semoga keluarga baru Tika sakinnah mawaddah warahmah wattaqwa. Semoga Allah swt perkenankan kita masuk surga bareng ya Nuri, dan seluruh sahabat-sahabat terbaik yang saya sebut dalam tulisan ini maupun yang diam-diam mendoakan tanpa sepengetahuan saya. T^T

Betapa benar, bahwa salah satu nikmat terbaik yang Allah swt karuniakan kepada hamba-Nya adalah dengan dikelilingi orang-orang dengan hati yang baik sebagai sahabat dan saudara. Betapa rugi, mereka yang tidak bisa merasakan memiliki sahabat yang baik, yang penuh kasih sayang, yang penuh dengan keikhlasan dan ketulusan, dan terutama mengingatkan saat kita salah, menyemangati saat terjatuh, dan menolong ketika kita membutuhkan pertolongan. 

Saya tidak bisa membalas kebaikan kalian dengan materi, biarlah diri ini menjadi saksi bahwa kalian memang orang-orang baik. Dalam setiap robithoh yang terlantun, terbayang wajah-wajah kalian. Semoga Allah swt mengampuni dosa-dosa kita dan memudahkan urusan dunia hingga akhirat kita.

Mohon maafkan kesalahan yang pernah diri ini perbuat. Maafkan juga yang belum bisa tersebut namanya, Allah swt Maha Mengetahui dan pasti membalas semua kebaikan teman-teman. 

Ya Allah yaa Jamii', kumpulkanlah kami kembali di surga-Mu...

------

Bogor, 13 Maret 2018

Dalam momen:
 merenungi usia yang beranjak naik tepat Rabu minggu lalu.

Semoga Allah swt tambahkan nikmat kita 
dengan selalu bertemu orang-orang baik di perjalanan.

  

Comments

Popular Posts